26 Agustus 2010

Klandestinasi


Saat itu, kecuali aku dan kekasihku, semua yang ada di dalam mobil, termasuk orang tua kekasihku dan saudaranya, tertidur lelap, diselimuti rasa kenyang dan lelah, kecuali sang pengemudi, tentunya. Meski masih menjaga stabilitas kesadarannya, namun kelopak matanya seperti digelayuti seekor Gorilla.

Gelapnya malam seakan merasuki kabin mobil sambil meniupkan partikel-partikel udara yang terasa cukup dingin. Aku dan kekasihku yang duduk bersebelahan di jok penumpang, hanya bisa duduk sambil mengamati penumpang lainnya layaknya dua ekor
Vulture yang mengamati bangkai-bangkai santapan makan malamnya. Kuselundupkan tanganku melingkari bahu kekasihku untuk membuatnya merasa lebih hangat. Ia meresponnya dengan menyempitkan ruangan diantara kami berdua sedemikian rapatnya sampai tak satupun nyamuk yang dapat terbang dicelah tubuhku dan kekasihku. Kecepatan mobil diatas jalan yang berkelok-kelok sekaligus bergelombang itu membuat kami seperti puding yang dibawa lari seorang anak kecil.

Perjalanan yang harus ditempuh akan memakan waktu sekitar dua jam lagi, dan tanganku sudah melakukan perjalanan sampai punggung sebelah bawah tepat diatas sabuk celananya. Kekasihku mengerlingkan matanya padaku seperti sebuah iklan di etalase supermarket. Malam itu aku adalah seorang konsumen yang haus shopping. Tanpa kusadari pahaku telah dihinggapi sebuah obyek yang tak dapat ku identifikasikan. Gelapnya malam telah membutakan kedua mataku, maka dari itu, tugas kesadaranku kulimpahkan sepenuhnya pada naluriku. Obyek tersebut membuat pahaku tersenyum dalam kehangatan. Obyek tersebut terus bergerak sampai memasuki celanaku yang sedikit longgar. Ia merebahkan kepalanya ke bahuku dan menghiasi wajahku dengan rambutnya yang tergerai tertiup angin.

Malam itu benar-benar sebuah kebisuan yang tak kunjung berakhir. Tak sepatah katapun meneranginya.

Kini celanaku telah dipenuhi oleh si obyek yang tak teridentifikasi tersebut, dan ia tampaknya memaksaku untuk menoleh kesebelah kiri dan kanan untuk mengamati kembali keadaan di sekelilingku. Aku masih mendapatkan jawaban yang sama.

Tangannya yang lain menyelinapkan tanganku untuk melanjutkan perjalanan yang sebelumnya terhenti sesaat. Kali ini ia menunjukkan arah yang aku yakini kami inginkan. Namun ruangan yang sempit antara celana dan kulitnya sedikit menghambat perjalanan kami. Ia melonggarkan sabuknya dan meninggalkan sebuah celah yang cukup besar bagi tanganku untuk dapat berjalan sendiri tanpa bantuan tangannya.

Jalan yang bergelombang lagi-lagi telah membantu untuk memuluskan perjalanan tanganku yang pada saat itu telah mencapai tujuannya. Pada saat itulah, tangan-tangan kami mulai bercakap-cakap melalui bahasa yang hanya dapat dimengerti oleh kami. Tidak oleh ibunya, ayahnya, kakaknya, iparnya, atau siapapun juga. Percakapan yang begitu indah ini takkan pernah dapat mereka pahami. Ia adalah milik kami saja.

Kami sedang membarter kesenangan dengan resiko tertangkap makhluk lain yang tak mengerti apa yang kami lakukan dan ucapkan. Karena konon, dalam posisi kami, bahasa itu dilarang. Ilegal. Kami layaknya kombinasi palu dan arit yang disilangkan. Mobil yang dikelilingi polisi tidur. Dan kini malam telah benar-benar membungkam mulut manusia, terkecuali kami yang masih menari-nari dan bernyanyi-nyanyi dalam kebisuannya. Percakapan kami benar-benar intens, dimana tangan-tangan kami bergumul dengan terminologi baru yang semakin memperkaya kosakata kami.

Kami kemudian merubah rute perjalanan. Meruntuhkan dikotomi kedalam sebuah platform baru yang hanya bisa dilakukan secara simultan. Ekstasi.

Kami terus melakukan eksplorasi-eksplorasi untuk merumuskan sebuah formula baru yang akan meletakkan kami ke puncak grafik. Sebuah grafik yang terletak diantara dua sumbu. Sumbu X dan Y. Aku dan kekasihku. Kami sudah tak peduli lagi dengan apapun yang ada disekitar kami. Kami seakan tak mempunyai rasa takut akan polisi tidur yang sewaktu-waktu akan memperlambat laju percakapan kami. Meskipun demikian, aku tetap berharap agar formula segera terbentuk sebelum raksasa-raksasa ini terbangun.

Malam memelototi proses ini, angin tetap berlalu lalang. Jalan masih keriting. Terlalu larut bagi aparat untuk berpatroli. Kami menemukannya! Aku dan kekasihku telah menemukannya. Meski hanya untuk beberapa detik saja ia terasa lebih lama dari seluruh hidupku. Pada akhirnya kami telah mencapai tujuan perjalanan sebelum mobil yang kami tumpangi mencapai tujuannya. Kami telah menang!

You can find your only safety is in danger.

Tidak ada komentar: