08 Oktober 2008

Sang Gagak


Sang gagak terbang melamban ketika ia melintasi sepetak lahan pertanian, kepada seorang pria yang sedang mengolah lahan tersebut, ia berkata,

“Lihat, betapa rajinnya John menggarap lahan!”

“Aku bukan John,” jawab pria itu, sambil mendongakkan kepalanya; “Aku anaknya John, yang bekerja agar bisa menjalani hidupnya yang menyedihkan dan agar dapat menebus ongkos pengolahan lahan ini untuk yang kedua kalinya kepada tuan tanah.”

Sang Gagak kemudian melanjutkan terbangnya, di suatu tempat yang agak jauh ia melihat seorang pria sedang mengendarai mobil, tampaknya ia adalah pemilik tanah yang digarap John.

“Selamat siang tuan Gil,” sambut Sang Gagak.

“Aku bukan Gil, Aku anaknya,” jawab pria itu, “dan aku sedang dalam perjalanan menarik pajak dari anaknya si John, seperti yang telah dilakukan oleh ayahku, untuk yang kedua kalinya.”

Bertahun-tahun pun berlalu.

Sang Gagak terbang melamban, dan, ketika melihat seorang pria yang sedang mengolah sepetak tanah, ia pun berkata,

“Lihat, betapa rajin anaknya John menggarap lahan!”

“Aku bukan anaknya John,” balas pria itu, sambil mengusap keringat didahinya, ”Aku ini salah satu cucunya John, yang bekerja agar dapat melanjutkan hidupnya yang menyedihkan dan untuk yang keempat kalinya agar bisa menebus pajak pengolahan tanah ini kepada tuan tanah.”

Sang Gagak kemudian melanjutkan terbangnya dan melihat seorang pria dalam perjalanan.

“Selamat siang, wahai anaknya Gil,” sambut Sang Gagak.

“Aku bukan anaknya Gil,” sahut pria itu, ” tapi salah satu dari cucunya, dan aku sedang dalam perjalanan menarik tagihan tanah yang digarap oleh cucunya John untuk yang keempat kalinya.”

Bertahun-tahun pun berlalu.

Sang Gagak menghentikan terbangnya dan berkata pada seorang pria yang sedang mengolah lahan,

”Lihat cucunya si John, tampaknya ia sedang bekerja cukup keras mengolah lahan.”

”Aku bukan cucunya si John,” balas pria itu, ”Aku ini salah satu cicitnya, yang bekerja keras agar dapat terus hidup dengan menyedihkan dan untuk yang keenam kalinya, agar dapat menebus ongkos pengolahan lahan kepada tuan tanah.”

Sang Gagak kemudian melanjutkan terbangnya dan bertemu dengan seorang pria di jalan.

”Selamat siang, cucunya Gil!” sambutnya.

“Aku bukan cucunya Gil,” balasnya, “Aku ini cicitnya, yang berniat menagih biaya penggarapan tanah, untuk yang keenam kalinya, pada cicitnya John.”

Satu abad pun berlalu.

Sang Gagak terbang melamban dan, ketika melihat seorang pria yang duduk menangis di samping cangkul rusak dekat sepetak tanah, ia pun bertanya,

“Kenapa cicitnya John menangis?”

“Aku bukan cicitnya, aku salah satu keturunan jauhnya,” balas pria itu, ”dan tuan tanah telah mengambil lahan yang telah digarap oleh nenek moyangku selama ratusan tahun hanya karena aku tak dapat membayar, untuk yang keratusan kalinya, ongkos penggarapan lahannya.”

Sang Gagak kemudian melanjutkan terbangnya, dan menemui seorang pria di jalan.

”Cicitnya Gil tampaknya sedang terburu-buru, akan pergi kemanakah ia?”

”Aku bukan cicitnya Gil,” jawab pria itu, ”Aku ini salah satu keturunan jauhnya, dan aku sedang mencari John yang lain lagi yang sanggup membayarku, dan membayar untuk yang keberapa ratus kalinya, ongkos penggarapan tanah nenek moyangku.”

Sang Gagak pun terbang, sambil mengaok ia berkata,

”Aku lebih bahagia dari keluarga-keluarganya John, karena aku dapat hinggap ke ranting manapun yang aku inginkan. Dan jelas aku lebih mulia dari keluarga si Gil, karena aku tidak memeras hidup orang sampai mereka mati.”



(Francisco Pi y Arsuga)

Pertama kali diterbitkan di "Preludios de la Lucha", Barcelona, 1886.


Cerpen ini diambil dari antologi 'Cerita-cerita Anarkis' Spanyol yang disusun oleh Lily Litvak yang berjudul El Cuento Anarquista (1880-1911), Anthology. Cerita-cerita di dalamnya
ditulis oleh aktivis militan gerakan anarkis Spanyol yang berasal dari kalangan buruh, petani, serta kaum miskin kota.