31 Juli 2011

Semut dan Peradaban

Pada suatu waktu, sekawanan semut yang hanya terdiri dari sekitar 10 ekor mencari tempat berlindung yang pas untuk mereka. Akhirnya setelah melalui perjalanan yang melelahkan mereka sampai di depan sebuah rumah yang sangat mewah.

Seekor semut jantan berkata pada yang lain, “Oh…alangkah beruntungnya kita menemukan rumah sebesar ini.

“Kukira kita memang beruntung,” kata yang lainnya.

Dalam waktu singkat mereka telah berada di dalam rumah mewah tersebut. Setelah berkeliling beberapa lama, di salah satu sudut rumah itu mereka menemukan hal yang sangat familiar dengan mereka. Sekeranjang tempat sampah yang memiliki bentuk sederhana namun dapat dipastikan akan selalu memenuhi kebutuhan dasar mereka, yaitu makan. Mereka pun memutuskan membangun "gua" mereka di dekat tempat sampah tersebut. Setiap harinya mereka secara bersama-sama mengumpulkan dan meramu makanan secara berkala. Mereka juga memutuskan untuk selalu makan bersama di setiap kesempatan. Pembagian kerja didasarkan pada kebutuhan dan melalui keputusan bersama, setiap semut berhak menentukan sendiri menu makanannya. Mereka pun tetap menjalankan proses reproduksi mereka secara wajar.

Beberapa bulan kemudian sang pemilik rumah terlihat sibuk di dapurnya. Rupanya dia baru saja membeli sebuah kulkas, yang setiap harinya selalu diisi oleh makanan-makanan yang mewah dan melimpah.

Salah satu diantara mereka mengadakan pertemuan dadakan untuk membahas hal tersebut. Seekor jantan berkata, “Kita harus pindah ke dekat kulkas itu!

“Aku tidak setuju! Persediaan makanan kita disini mencukupi. Dan hidup kita bahagia disini,” seekor betina menyahut.

“Di sana kita akan mendapat makanan yang enak dan kita tidak perlu mengolahnya lagi,” sang jantan menyanggah.

“Ya, lagi pula aku sudah lelah setiap hari harus bekerja mengumpulkan dan meramu makanan. Disana kita bisa langsung memakannya,” kata seekor semut lagi.

Begitulah. Akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke dekat kulkas dan membangun sarang mereka yang baru. Begitu sampai disana mereka langsung masuk ke dalam kulkas dan mendapati begitu indahnya tempat itu. Seperti gambaran surga yang banyak mereka dengar dari manusia. Didalamnya begitu sejuk dan ada begitu banyak makanan. Mereka pun secara bersama-sama seperti biasanya mengambil makanan di tingkat dasar kulkas tersebut. Tempat yang paling mudah mereka capai. Tapi betapa terkejutnya mereka ketika menemukan bahwa hanya terdapat sayur-sayuran ditempat itu.

Dengan perasaan yang agak kesal, terpaksa mereka tetap mengambil sayuran tersebut dan membawanya pulang karena mereka sudah sangat lapar. Keesokan harinya mereka kembali datang dengan harapan ada sedikit daging disana. Namun apa daya, mereka tetap menemukan sayuran.

Hal ini kembali berulang selama berminggu-minggu sampai salah satu diantara mereka protes, “Teman-teman, aku sudah bosan makan sayur. Kita diciptakan mempunyai gigi yang tajam, tentu kita harus memakan daging.”

”Ya, kurasa juga begitu,” kata yang lain.

”Setelah kuperhatikan, ternyata kulkas itu mempunyai tempat lagi diatasnya. Kurasa kita bisa menemukan daging disitu,” seekor betina menyahut.

“Ya, tapi bagaimana kita ke sana? Jumlah kita sedikit, sementara untuk mencapai tempat itu membutuhkan semut yang banyak,” seekor semut pemikir bertanya.

“Mudah! Kita lakukan proses reproduksi lebih banyak dari sebelumnnya,” sahut seekor semut.

“Tapi itu akan menyiksa semut perempuan,” seekor semut feminis berontak.

Ini demi kelangsungan spesies kita,” sang jantan membenarkan.

Sejak saat itu, para semut betina hanya dijadikan objek dan alat penghasil keturunan, untuk memperbanyak populasi semut dan memudahkan pencarian makanan. Untuk meredam protes para betina, semut-semut lainnya memberikan kenyamanan yang sangat kepada mereka. Tempat tidur terbaik, makanan tiada henti, dan hiburan membosankan yang terus ada. Tanpa sadar para betina mulai kehilangan hidupnya dan terasing dari kawanan mereka sendiri. Mereka hanya diperbolehkan berada dalam gua dan tugas mencari makanan menjadi milik semut jantan.

Ditempat lain para semut jantan sudah berhasil naik kulkas ke tingkat diatas tempat sayur tersebut, dengan harapan mereka akan mendapat daging yang mereka idamkan. Namun lagi-lagi disana mereka hanya menemukan secuil daging matang dan setumpuk nasi yang telah begitu dingin. Tadinya mereka cukup bahagia dengan banyak sayur, setumpuk nasi dan secuil daging. Namun terkadang mereka hanya mendapat tulangnya saja, karena sudah dimakan sang tuan rumah.

Sekali lagi terjadi pertentangan diantara para semut.

“Kita masih belum mendapatkan daging yang cukup!

“Aku tidak bisa mengunyah sayur dengan baik!

“Rasa nasi itu sama sekali tidak enak!

Adalah beberapa ucapan dari para semut yang protes.

“Sepertinya kita harus kembali ke gua yang lama,” seekor semut muda berkata.

“Iya, disini kita semakin jauh dari para betina. Mereka hanya menjadi benda,” seekor semut jantan dewasa juga menentang.

“Tapi disini kita mudah mendapatkan makanan.”

“Ya, lagipula aku melihat sekat yang baru diatas tempat yang sekarang. Aku yakin disanalah disimpannya daging mentah yang tidak akan dimakan manusia,” salah satu diantara mereka kembali menenangkan.

“Baiklah kalau begitu, kita naik ke atas. Tapi kita perlu komandan-komandan yang akan mengatur beberapa barisan, karena selama ini kita sangat kacau dan tidak teratur. Kita harus dipimpin untuk menuju sekat yang lebih tinggi.”

Sejak itu, semut-semut betina semakin dituntut untuk meningkatkan produktifitas produksinya untuk menghasilkan semut-semut muda yang lebih banyak. Semut-semut muda ini pada akhirnya diidentifikasikan sebagai semut pekerja’. Mereka diperintah dibawah seekor semut komandan dengan dalih keberlangsungan spesies. Seperti halnya para betina, mereka juga diberikan hiburan-hiburan. Setelah seharian bekerja, mereka dipuaskan dengan penampilan semut betina muda yang membuat mereka betah menonton hingga lelah, lalu keesokan harinya kembali pada rutinitas kerja mencari makanan.

*****

Beberapa minggu berlalu dan para semut telah berhasil mencapai sekat teratas dari kulkas tersebut. Disitu mereka menemukan daging beku yang dapat mereka makan kapan saja. Dan relatif aman dari sang manusia tuan rumah yang baru akan mengambil dagingnya beberapa minggu mendatang.

Namun seperti biasa, masalah kembali muncul. Seekor semut kembali protes. “Tampaknya masalahnya bukan pada gigiku, tapi pada lidahku. Sayur, nasi dan daging pada dasarnya sama bagi kita. Yang kita butuhkan adalah makanan yang mempunyai rasa manis yang kuat.

“Aha! Kau benar. Menurutku kita membutuhkan gula, dan kurasa aku tahu dimana kita bisa mendapatkannya. Memang, kita telah mencapai sekat teratas dari kulkas itu, namun kulihat para manusia sering meletakkan tempat gula diatas kulkas. Kita hanya perlu menambah sedikit pekerja dan naik sedikit lagi ke atas kulkas.

“Kami tidak mau! sahut salah satu pekerja. “Kami mendapat jatah makanan dan hiburan terlalu sedikit, sementara semakin hari kami semakin banyak bekerja.”

“Ya! Kami juga semakin sedikit mendapat makanan dan kurang perhatian. Kami teralienasi!Perwakilan para betina juga marah.

“Baiklah… Untuk para semut pekerja kami akan membuat hari libur bagi kalian. Gaji kalian juga akan ditambah dan para betina akan mendapat makanan yang lebih banyak. Dan tentunya pusat hiburan akan kami bangun di setiap cabang gua,” seekor komandan meneruskan instruksi pemimpinnya.

“Jangan mau teman-teman! Jika kita terus mendaki keatas kita akan menemukan kesulitan. Kita tidak akan pernah puas dengan makanan yang kita dapat. Kita tidak akan dapat mencukupi diri kita sendiri! Kita harus kembali ke gua yang lama, dimana kita masih mencari dan mengumpulkan makanan bersama-sama. Kita bisa menemukan sayuran, nasi, daging, dan gula yang cukup bagi kita. Dan tidak perlu pemimpin! Serta yang terpenting kita masih mengenal satu sama lain. Tidak seperti sekarang ini, dimana kita hanya melihat satu sama lain dari fungsinya. Kita harus menghancurkan mesin ini! Kulkas ini. Listriknya. Menghancurkan peradaban ini!” Seekor semut muda berseru dengan berapi-api.

“Jangan dengarkan dia, prajuritku! Dia hanyalah seekor semut muda yang tak perlu kita dengarkan, lagipula dia hanya tahu dari kisah-kisah lama yang sudah usang.”

“Mari, sekarang kita naik ke atas dan meraih kejayaan. Kita naik lewat belakang kulkas itu!Sang pemimpin kembali bertitah.

Dan para semut secara berduyun-duyun naik ke atas kulkas dan meninggalkan para semut betina berikut sang semut muda itu di bawah.

Keesokan harinya sang tuan rumah mendapati kulkasnya dalam keadaan mati. Setelah diperiksa, dia menemukan ratusan semut yang tampaknya mati tersengat listrik, sehingga menyebabkan kulkasnya mati. Dia pun segera mengambil sapu dan membersihkan sisaperadaban yang mengotori rumahnya itu.


(Neddy Ludditiansyah)